Minggu, 15 November 2015

artikel

TOKOH FILSAFAT ISLAM



AL-FARABI


A.    Kehidupan
Nama lengkap Al Farabi adalah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad Ibnu Turkhan Ibnu Uzlaq Al Farabi. Dinamai dengan Al Farabi karena dihubungkan dengan Farab, salah satu orang Turki yang terletak di daerah Khurasan dekat dengan sungai Situn (Transoxiana). Dia kelahiran bangsa Turki tetapi mempunyai hubungan darah dengan bangsa Persi. Dia lahir pada tahun 259 H/879 M di Farab dan wafat di Aleppo pada tahun 339 H/950 M. (Dalam Ensiklopedi Islam lahir pada tahn 257 H/870 M dan wafat pada tahun 337 H/950 M, dalam buku Khazanah Intelektual Islam). Ayahnya adalah seorang jendral dan seorang Iran yang menikah dengan wanita Turkistan dan kadang-kadang disebut keturunan Iran.
Al Farabi selalu berpindah tempat dari waktu ke waktu. Di masa kecilnya ia dikenal rajin belajar dan memiliki otak yang cerdas, belajar agama, bahasa Arab, bahasa turki, dan bahasa Persi di kota kelahirannya, Farab. Setelah besar Al Farabi pindah ke Baghdad dan tinggal di sana sekitar 20 tahun lamanya. Di sana ia memperdalam filsafat, logika, matematika, etika, ilmu politik, dan sebagainya. Dari Baghdad Al Farabi pindah ke Harran (Iran). Di sana ia belajar filsafat Yunani kepada beberapa orang ahli, diantaranya Yuhana dan Hailan. Tak lama kemuidian meninggalkan Harran dan kembali lagi ke Baghdad.
Selama di Baghdad ia menghabiskan waktunya untuk mengajar dan menulis. Al Farabi mengarang buku tentang logika, fisika ilmu jiwa, mwtafisika, kimia, ilmu politik, musik dan lain-lain. Tetapi kebanyakan karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab telah hilang dalam peredaran dan diperkirakan tersisa sekitar 30 buah.
Menurut banyak sumber, ia bisa menguasai 70 bahasa dunia dan karenanya Al Farabi dikenal menguasai banyak cabang keilmuan. Dalam bidang ilmu pengetahuan, keahlian yang paling menonjol ialah dalam ilmu mantiq.

B.     Pikiran-pikiran Utama
Dalam filsafat Al Farabi tergolong di dalam kelompok filsuf kemanusiaan. Ia lebih mementingkan soal-soal kemanusiaan seperti akhlaq (etika) terhadap intelektual politik dan seni. Dan menurut Prof. Gilson menyatakan bahwa ia amat mencintai tokoh filsafat (Plato & Aristoteles). Filsafat Al Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo Platonisme dengan pikiran keislaman yang jelas dan aliran Syiah Imamiah. Dalam soal mantiq dan filsafat fisika umpamanya, ia pengikut pemikiran-pemikiran Aristoteles. Sedangkan dalam lapangan metafisika Al Farabi mengikuti jejak Plotinus.
Al Farabi dapat juga dipandang sebagai pelopor klasifikasi ilmu pengetahuan. Ia membuat klasifikasi ilmu ke dalam tujuh bagian, yaitu : logika, percakapan (ilmi Al lisan), metematika, fisika, metafisika, politik dan ilmu agama. Abu Nashr ahli pula dalam bidang ilmu musik. Dialah yang meletakkan dasar-dasar pertama ilmu musik dalam sejarah. Karenanya ia diberi gelar “Guru Pertama” dalam ilmu musik. Musik telah dikenal semenjak zaman Phytagoras. Phytagoras telah membuat ikhtisarnya menjadi beberapa bagian harmoni. Al Farabi berusaha menyempurnakan ilmu musik dan menerangkan di mana kekurangan-kekurangan Phytagoras.
Selama di Baghdad ia menghabiskan waktunya menulis karya-karyanya :
Ø  Agrad Al Kitab Ma Ba’da At Tabi’ah (Intisari buku Metafisika).
Ø  Al Jam’u Baina Ra’yai Al Hakimaini (mempertemukan dua pendapat filsuf : Plato dan Aristoteles).
Ø  ‘Uyun Al Masa’il (Pokok-pokok Persoalan).
Pikiran-pikiran Pendidikan Kota
Ø  Ihsa’ Al Ulmu
Ø  Al madinatul Fadlilah (Negeri Utama)
Ø  Risalah Assiyassiyah
Ø  Assaamarotul Mardliyayah
Ø  Al Majau
Dalam bidang fisika :
Ø  On Vacum.
Ø  Against Astrology.
Dalam bidang Metafisika :
Ø  About the Scope of Aristoteles Metaphysizs.
Ø  On the one (Fi Al Wahid dan Wahda).

Perpaduan Filsafat
Al-Farabi melihat adanya perbedaan pendapat antara plato dengan Aristoteles, tetapi perbedaan itu menurut ia secara lahirnya saja, dan mengenai persoalan pokok, karena kedua tokoh tersebut adalah sumber (pecipta filsafat). Apa yang dikatakan oleh kedua filosof itu, kebenarannya tidak diragukan lagi. Sumber pikiran filosof tersebut juga satu. Oleh karana itu, pikiran-pikiran filsfatnya tidak mungkin berbeda. Kalau ada perbedaan, tidak lebih dari tiga kemungkinan yaitu:
a)      Definisi filsafat itu tidak benar;
b)      Pendapat orang banyak tentang pikiran-pikiran filsafat dari kedua filosof tersebut tidak benar;
c)      Pengetahuan kita tentang adanya perbedaan antara keduanya tidak benar;
Menurut Al-Farabi, definisi yang diberikan oleh plato dan Aristoteles tidak berbeda, yaitu mengetahui wujud karena ia wujud, seperti yang sering dikatakan dalam karangannya masing-masing. Pendapat orang banyak tentang pikiran-pikiran filsafat keduannya, dan kedudukannya tidak diragukan kebenaranya. Tinggalah kemungkinan ketiga , yaitu bahwa perbebedaan antara kedua filosof hanya pada lahirnya saja. Perbedaan lahir yang sebenarnya itu boleh jadi dikarenakan:(1) cara hidup masing-masing:(2)gaya bahasa yang karangan-karangannya:(3) sistem pemikirannya.
Keadaan sosial kedua filosof ini tentu mengakibatkan perbedaan pandangan dan pendapat tentang soal-soal keduyaan maupun kehidupan yang  lainnya. Plato lebih suka menyendiri dan meninggalkan kedunyaan, sedangkan muridnya Aristoteles lebih suka keduniaan,karena ia mempunyai kekayaan yang melimpah dan berkeluarga pula, bahkan pernah menjadi mentri pada masa Iskandar Mesodonia.
Al-Farabi mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan antara Plato dan Aristoteles dalam membicarakan soal-soal politik dan etik. Plato adlah orang yang pertama membukukan soal-soal politik, menjelaskan perbuatan yang adil dan cara dalam keluarga maupun kota dan negara, dan menunjukan akibat buruk dari perbuatan orang yang tidak bergaul atau tidak mau mengadakan kerja sama.
Aristoteles juga membicarakan yang sama, tetapi ia mempunyai kesanggupan dan kesediaan untuk menyelami sendiri medan hidup, sedamgkan Plato sebaliknya tidak mempunyai kesanggupan dan kesediaan tersebut. Oleh karena itu, ia menjauhkan diri dari medan kehidupan. Jadi, keduannya sebenarnya sama pendapatnya, meskipun berbeda amal perbuatanya.
Menurut Al-Farabi, banyak orang yang mengetahui perkara yang baik atau terbaik,tetapi ia tidak sanggup mengerjakannya atau hanya bisa mengerjakannya sebagian saja. Perbedaan amal perbuatan yang kita lihat pada Plato dan Aristoteles bukanlah perbedaan yang pokok, melainkan sekedar kesenangan dan kesedihan. Plato merasa dirinya tidak sanggup hidup ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu Plato memberikan kesempatan kepada kehiduapan rohaninya,sedangkan aristoteles berbeda merasa dirinya sanggup menyelami kehidupan rohani dan jasmaninya bersama-sama. Dengan demikian Al-Farabi telah menunjukan corak ketasawufan Plato pada usia tuanya yang sangat besar pengarunya pada dunia tasawuf sepanjang masa.(A. Hakim, 2008 : 452)
Perbedaan terlihat pada karangan-karangan kedua filosof tersebut. Plato lebih suka memakai rumus dan kiasan dalam mengemukakan pikiran-pikirannya sehinnga pembaca akan menjumpai kesuliatan dan kejangglan, sedangkan karangan-karangan Aristoteles teratur rapi dan sistematis. Jadi, ada perbedaan gaya bahasa dalam karangan kedua tokoh tersebut.
Al-farabi mengatakan bahwa sebenarnya tidak adanya perbedaan. Plato memang sengaja mengutamakan kejanggalan-kejanggalan dan rumus-rumus karena ia berkeyakinan bahwa filsafat hanya dapat dimiliki orang-orang tertentu yang karangan-karangannya ditujukan kepada orang yang sanggup menerima atau memahami filsafat.
Meskipun dalam karangan Aristoteles terdapat kerapian dan sistematis terhadap persoal-persoalannya, karangan tersebut tidak terlepas dari kejanggalan dan kesukaran pula. Kata-katanya sering tidak jelas,sebab sering menghapuskan salah satu dasar pikiran silogisme(qias) dalam lapangan fisika, metafisika,dan etika, tetapi dengan kesimpulan bahwa Aristoteles hanya menhususkan filsafat untuk orang-orang yang sanggup menerimanya.
Sebenarnya pendapat Plato berbeda sama sekali dengan pendapat Aristoteles. Akan tetapi mengapa Al-Farabi dengan kerasnya meniadakan perbedaan tersebut. Al-farabi melihat buku yang berjudul Theologia (Ar-Rububiyyah), kemudian ia mengira sebagai karangan Aristoteles, sedangkan karangan sebenarnya buku itu karangan Plotinus yang merupakan salah satu dari bagian dari buku Enneads(Tasu’at). Buku tersebut menetapkan adanya alam idea yang terletak bukan pada alam benda. Al-Farabi tidak mengetahui siapa sebenarnya pengarang buku tersebut.
Al-Farabi telah berusaha sekuat tenaga untuk mempertemukan antara Plato dangan Aristoles, dengan demikian metode ilmiah, yaitu memperbandingkan kata-kata keduanya dan mengumpulakan pikiran-pikiran yang tersebar diberbagai karangannya. Akan tetapi,dasar usaha Al-Farabi tersebut lemah,yaitu keyakinan akan kesatuan filsafat di samping dugaan yang salah, yaitu bahwa buku Theologia adalah karangan Aristoteles, sedangkan pengarang sebenarnya adalah Plotinus. Oleh karena itu, bolehlah dikatakan bahwa usahanya tersebut telah gagal, sebab jelas sekali perbedaan pendapat antara kedua filosof tersebut jelas sekali.
Corak pemikiran Al-Farabi adalah Syi’ah Batini, karena usahanya tidak mempertemukan aliran-aliran tersebut pada hakikatnya adalah satu. Ia juga memakai takwil sebagai alat pada setiap kali menghadapi kesuliatan. Oleh karena itu, kadang-kadang, ia berdiri sebagai pengikut Plato dengan menarik Aristoteles, atau sebaliknya ia berdiri sebagai pengikut aristoteles dengan menarik Plato.
Meskipun usaha Al-Farabi tersebut tidak berhasil, ia telah membuka pintu perpaduan bagi filosof-filosof Islam yang datang sesudahnya. Al-Farabi juga telah mempertemukan agama Islam di satu pihak dengan Plato dan Aristoteles di pihak lain. Menurut pendapatnya, agama Islam tidak bertentangan dengan filsafat Yunani. Kalau ada perlawanan, hanya dalam lahirnya saja dan tidak sampai menembus batinya. Untuk menghilangkan perlawanan, kita harus memakai takwil filosofis dan meninggalakan permusuhan kata-kata. Baik Agama maupun filsafat sumbernya adalah satu yaitu akal- Fa’al. Oleh karena itu, tidak mungkin ada perlawanan antara nabi dengan filosof, demikian pula anatara Aristoteles dengan nabi Islam.(A.Hanafi, 1991:88).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar